Sidoarjo, JatimInside.com – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan memicu pro dan kontra di masyarakat, menciptakan berbagai persepsi.
Untuk meluruskan pemahaman yang beredar, BKKBN Provinsi Jawa Timur memberikan kuliah umum kepada 250 mahasiswa Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Para mahasiswa berasal dari berbagai program studi, termasuk S1 Kebidanan, S1 Fisioterapi, D4 Manajemen Informasi Kesehatan, dan D4 Teknologi Laboratorium Medis, serta 23 dosen dan tenaga kependidikan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Evi Rinata menjelaskan bahwa pada 26 Juli lalu, Presiden Joko Widodo telah menandatangani PP Nomor 28 Tahun 2024. Salah satu poin yang menjadi perhatian adalah penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja.
Kebijakan ini tertuang dalam Pasal 103 Ayat 4 yang mencakup deteksi dini penyakit, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.
Evi menyatakan bahwa penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar perlu ditinjau kembali karena dikhawatirkan menimbulkan kesalahpahaman dan potensi penyalahgunaan.
“Untuk itu, kami mengundang Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur untuk bisa memberikan penjelasan terkait kebijaksanaan pemerintah tersebut agar lebih jelas dan tidak menimbulkan multi tafsir yang sangat berpotensi terjadinya menyalahgunakan,” kata Evi dalam sambutannya pada Kuliah Umum bertema “Pro Kontra Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Pelajar dan Remaja” di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Rabu (16/10/2024).
Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Timur, Maria Ernawati menjelaskan bahwa peraturan ini telah mendapat perhatian dari Komisi IX DPR RI, yang mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam merumuskan pasal yang berpotensi menimbulkan interpretasi liar.
“Itu pandangan secara hukum ya. Namun untuk pertemuan ini mari kita dilihat dari sisi ketersediaan. BKKBN sebagai lembaga negara yang diamanahkan undang-undang sebagai penyedia alat dan obat kontrasepsi Se-Indonesia,” ujar Erna.
Erna juga memaparkan data Survei Penduduk (SP) 2020 yang mencatat angka kematian ibu (AKI) sebesar 189 per 100.000 kelahiran hidup, sedikit di atas target 183 per 100.000. Sementara angka kematian bayi pada 2023 tercatat 13 per 1.000 kelahiran hidup, di bawah target 18 per 1.000.
Di Jawa Timur, angka stunting pada 2023 berada di angka 17,7%, dengan target 14% pada 2024. Angka perkawinan anak juga menunjukkan tren penurunan, dari 9,23% pada 2021 menjadi 6,93% pada 2023.
“Secara prosentase angka di Jatim memang rendah namun bila dilihat dari angka absolut dimana jumlah penduduk Jatim hampir 42 juta maka angka absolut dari tiap prosentase data diatas jumlahnya cukup tinggi,” tambah Erna.
Mengacu pada PP Nomor 28 Tahun 2024, Erna menjelaskan bahwa remaja, menurut Permenkes RI Nomor 25 Tahun 2024, berada dalam rentang usia 10-18 tahun. Sementara WHO mendefinisikan remaja berusia 12-24 tahun, dan BKKBN menetapkan rentang usia remaja antara 10-24 tahun.
Terkait penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja, Erna menegaskan bahwa hal ini diatur dalam Pasal 103 Ayat 4 yang mencakup pelayanan kesehatan reproduksi, seperti skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, serta penyediaan alat kontrasepsi.
Erna juga menekankan pentingnya memahami bahwa alat kontrasepsi hanya diberikan kepada pasangan usia subur (PUS), yakni pasangan suami istri yang istrinya berusia antara 15-49 tahun atau di bawah 15 tahun jika masih menstruasi.
Keputusan Kepala BKKBN Nomor 90 Tahun 2023 juga mengatur tentang penyaluran alat dan obat kontrasepsi, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan PUS dalam pelayanan keluarga berencana.
“Jadi hanya remaja putri yang masih dalam kategori PUS yang bisa mendapatkan obat kontrasepsi yang memang dalam pelayanan KB,” tuturnya.
Bagi pelajar dan remaja, Erna menjelaskan bahwa BKKBN memiliki program Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) melalui Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R), di mana remaja dapat menjadi konselor bagi teman sebaya mereka. Berdasarkan survei, remaja cenderung lebih sering curhat kepada teman daripada orang tua.
Selain itu, bagi keluarga yang memiliki anak remaja, BKKBN juga menjalankan program Bina Keluarga Remaja yang memberikan edukasi kepada orang tua tentang cara berkomunikasi dan mendidik anak sesuai perkembangan zaman. (Hdi/Irw)